Hari Minggu lalu pukul sebelas siang di Jl. Jend. Sudirman, Jakarta.
Di langit, matahari bersinar semakin garang. Kulit terasa seperti dicubit-cubit. Dari balik kacamata hitam, saya memelototi nomor plat mobil yang berseliweran. Nah, itu dia! batin saya ketika melihat nomor plat mobil yang cocok dengan orderan saya di aplikasi Grab. Saya semangat melambai-lambaikan tangan ke arah mobil tersebut, tiba-tiba ... kata Cancel pop up dengan semena-mena di aplikasi. Astagfirullah! Jarak udah dekat selemparan pisang gini, kok, si sopir tega memilih cancel, sih? GERAAAMMM!!!
Kalau Teman-teman jadi saya, pasti kalian bakal jengkel setengah mati juga, kan? Cuaca panas badan lelah usai meliput event, bikin saya enggak sabar pengin cepat-cepat ngadem di dalam mobil ber-AC dan cap cuss menuju rumah. Tapi, siapa sangka, di balik kejengkelan ini, Allah menganugerahi hikmah lain. Aplikasi Grab otomatis mencari sopir baru. Mata saya mengerjap tidak percaya ketika membaca nama sopir baru yang tertera.
Stanley Michael Sagala ....
Stanley Sagala ....
Stanley ... Sagala ....
Hah, ini beneran Stanley Sagala penyanyi itu?! Dada saya berdegup kencang. Saya memperhatikan dengan saksama foto wajahnya di aplikasi. Iya, benar, ini Stanley Sagala penyanyi itu! Saya mengenalinya! Hanya, kini wajahnya kelihatan sedikit menua. Saya perkirakan usia Stanley sekitar 40 tahun lebih (tepatnya 45 tahun ternyata).
Nostalgia sekedap. Tahun 90-an, saya ngefans berat dengan band-band lokal seperti Modulus Band, Emerald Band, dan Protonema. Lagunya bagus-bagus. Suara vokalisnya keren-keren. Saya tumbuh bersama musik mereka. Sayangnya Ricky Jo, vokalis Emerald Band, dan Miko, vokalis Protonema, udah lama wafat karena serangan jantung hiks. Tinggallah Stanley, mantan vokalis Modulus Band, yang tidak ketahuan di mana rimbanya. Dan, hari Minggu lalu, kami ditakdirkan bertemu.
Kalau membaca berita tentang artis menjadi sopir transportasi online, mungkin udah agak agak biasa ya, tapi kalau kalian mengalami sendiri naik transportasi online yang disopiri artis dan artis itu adalah artis idola kalian, rasanya dijamin W-O-W!
Saat menunggu Stanley datang, berbagai pertanyaan merecoki kepala saya. Apakah Stanley masih nyanyi? Dia punya band baru enggak? Kenapa dia jadi sopir Grab? Hidupnya susah bangetkah? So, begitu masuk mobil, tanpa ampun saya langsung nembak, “Ini Bang Stanley penyanyi Modulus Band bukan?” Noraaakkk ... hahahahaha! *tutup muka nan cantik jelita*
Stanley mengangguk sambil tersenyum simpul. Sikapnya tampak tenang. Tidak terbaca rasa canggung sama sekali. Tangannya yang tegap dan bertato lihai memutar setir. Perlahan mobil bergerak meninggalkan kerumunan orang-orang di Jl. Jend. Sudirman. Hmmm, kesan pertama yang baik. Kami pun memulai perjalanan ....
“Saya masih menyanyi di acara-acara off air, Mbak. Band punya, tapi cuma untuk mengiringi saya menyanyi, bukan band komersil seperti Modulus dulu,” Stanley menjawab sopan pertanyaan saya. Dalam waktu dekat, lelaki keturunan Batak-Ambon ini akan mengeluarkan album baru. Butuh proses panjang menuju album baru ini karena Stanley punya idealisme tinggi dalam bermusik. Dia tidak mau bikin lagu asal jadi, lalu dijual online. Sekarang tinggal menunggu label yang tepat aja.
Anak 90-an mungkin pada tahu bahwa selain bersuara merdu, Stanley juga aktor berbakat. Dia sempat membintangi beberapa sinetron beken. Nah, soal sinetron, Stanley menumpahkan kegalauannya.
Proses pembuatan sinetron jadul amat sangat berbeda dengan sinetron zaman sekarang. Duluuu setiap ditawari sinetron baru, Stanley diberi kesempatan mempelajari cerita dan karakter yang akan dia perankan. Sutradara menyerahkan naskah minimal sepuluh episode kepada pemain. Jika mendapat peran sebagai orang Yogya, misalnya, Stanley akan menetap di Yogya selama sekian waktu sebelum syuting dimulai. Di sana, dia memperhatikan lakon orang Yogya, merekam percakapan orang Yogya, dst. Istilahnya seperti risetlah.
Sekarang? Pemain hanya diberikan selembar kertas untuk satu scene thok pada hari syuting. Naskah untuk scene berikutnya masih di awang-awang. Sinetron tayang setiap hari seperti dikejar setan. Boro-boro riset, sering pemain no clue mau ngomong apa dan berakting apa pada hari syuting. Stanley memilih setop main sinetron sampai dengan jangka waktu yang dia sendiri belum tahu. I feel you, Stanley. That’s why saya malas nonton sinetron zaman sekarang. Rindu sama sinetron Losmen, Pondokan, dan Jendela Rumah Kita. Palingan sesekali nemenin suami nonton sinetron Preman Pensiun dan Tukang Ojek Pengkolan hehe.
“Maaf, mmm ... Bang Stanley enggak malu menjadi sopir Grab?” tanya saya hati-hati. Akhirnya saya melontarkan pertanyaan ini juga, pertanyaan sensitif yang saya nanti-nanti jawabannya sedari tadi.
Stanley spontan tertawa. “Entah sudah berapa kali saya mendapat pertanyaan seperti ini. Awalnya berasa seperti tamparan keras. Lama-lama saya terbiasa. Yaaah, kenapa harus malu? Ini pekerjaan halal! Saya, kan, enggak nyolong, Mbak,” jawabnya enteng. Stanley bercerita, dia menjadi sopir saat weekend aja jika tidak ada tawaran menyanyi off air atau permintaan training dari klien. Lumayan buat tambah-tambah. “Kerja apa pun kalau dijalani dengan ikhlas, tidak akan terasa berat. Yang berat itu gengsi, Mbak,” lanjutnya bijak.
Stanley justru menikmati pekerjaannya sebagai sopir transportasi online karena dia bisa ketemu dan ngobrol dengan macam-macam orang. Maklum, waktu masih aktif di dunia hiburan, segala gerak-geriknya diatur ketat oleh tim manajemen. Stanley dilarang ketemu, apalagi mengobrol dengan sembarang orang.
Jujur, awalnya saya berpikir saya akan mendengar cerita sedih menye menye Stanley soal kehidupannya, tapi rupanya saya salah. Saya juga takut Stanley tersinggung dengan pertanyaan-pertanyaan saya, tapi alhamdulillah tidak.
Laki-laki yang mau bekerja keras mencari rezeki halal (padahal mungkin pekerjaan itu dianggap remeh oleh sebagian orang) adalah laki-laki TANGGUH dan PEMBERANI. Bekerja merupakan cara untuk memuliakan diri sendiri dan keluarga supaya tidak menjadi peminta-minta atau beban bagi orang lain. Stanley Sagala contohnya. Hormat!
Hampir sepuluh tahun menikah dengan gadis keturunan Batak-Manado, Stanley belum dikaruniai keturunan. Dia tidak terlalu memusingkan hal ini. Lebih baik menyibukkan diri dengan pekerjaan. Wait, wait, cerita belum selesai. Kalau membahas soal pekerjaan, tadi di atas saya menyebutkan kalimat permintaan training dari klien, jadi apa lagi sebenarnya pekerjaan Stanley?
Sejak tahun 2010, Stanley merintis bisnis EO (saya lupa namanya) di bidang training untuk perusahaan-perusahaan. Biasanya dia memberi training motivasi, termasuk memotivasi para pegawai yang hampir pensiun supaya kelak tidak malu memulai bisnis yang mungkin dianggap remeh oleh orang lain. Di setiap acara training, Stanley selalu menyelipkan sesi musik. Believe it or not, orang-orang yang sebelumnya tidak bisa main angklung, jadi bisa, lho, berkat arahan dari Stanley. Apa rahasianya nih hihi. Kayaknya seru kalau kapan-kapan kita undang Stanley mengisi event blogger gathering. :))
“Bagi saya, pengalaman dan kerendahan hati adalah modal yang tidak ternilai dari seorang anak manusia.” – Stanley Sagala
Tidak terasa, satu jam perjalanan bersama Stanley usai, padahal masih banyak hal yang pengin saya tanyakan. Sungguh pengalaman yang berharga. Semoga saya mendapat kesempatan lain, mengobrol entah dengan siapa. Saya pernah mengobrol dengan sopir yang jadi korban KDRT ayahnya, sopir yang dulunya chef di kapal pesiar, dll. Kapan-kapan saya tulis. Saya percaya, setiap orang punya mutiara kehidupannya masing-masing dan insya Allah bermanfaat jika dibagi. Kian ke sini saya kian menyadari, tugas blogger/penulis bukanlah sekadar menulis (dan menghasilkan uang), melainkan juga menyampaikan jutaan pesan dari semesta kepada pembaca. Isn’t that beautiful? Betapa saya mencintai pekerjaan ini. :)
Terima kasih, Stanley Sagala! Indahnya memaknai irama kehidupan tanpa perlu menggugat keputusan Yang Maha Kuasa. Selamat menjemput rezeki halal di bumi-Nya yang kaya. Ditunggu lagu-lagu terbarunya! Aamiin! [] Haya Aliya Zaki
PS. Stanley Sagala sudah mengizinkan saya menulis cerita ini. Dia sangat ramah dan welcome, tapi saya memutuskan tidak mengambil foto saat dia menyetir. Bukan apa-apa, saya merasa sungkan dan khawatir fotonya dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Insya Allah cerita di atas benar adanya, meski tanpa foto. ^^